Latar Belakang Masalah
Karya sastra adalah fenomena yang penuh dengan
keindahan yang menimbulkan daya tarik pembaca untuk menikmati sekaligus
menilainya. Keindahan adalah ciptaan pengarang dengan seperangkat bahasa
melalui eksplorasi bahasa yang khas, pengarang akan menampilkan aspek yang
optimal.
Fenomena keindahan dalam karya sastra menjadi amat
penting sebagai salah satu syarat sebuah karya sastra yang baik dalam konteks
ini. Masing-masing pengarang memiliki gaya berbeda dalam menciptakan keindahan
lewat karya sastra yang ditelitinya. Perbedaan gaya dan penampilan (reatures)
yang berbeda itulah yang membuat pembaca ingin memburu, melacak, dan
menangkapnya.
Keberadaan itu menarik untuk ditelaah, dalam
tulisan ini penulis bermaksud mendiskripsikan (menggambarkan) letak keindahan
sebuah karya sastra dari aspek diksi atau pilihan kata. Karya sastra yang akan
ditelaah berupa puisi karena puisi adalah ciptaan keindahan yang dapat yang
menghasilkan sesuatu yang tak terduga, yaitu kejutan yang menyenangkan (Johason
dalam Nadeak, 1985:5).
D. Zawawi
Imron memberikan pernyataan bahwa karya seni adalah pernyataan dari gairah
hidup. Untuk menanggapinya juga diperlukan daya apresiasi ketajaman rasa dalam
menangkap keindahannya sepercik nilai hidup. Kebudayaan dari waktu kewaktu
selalu mendidik masyarakatnya dengan memberikan apresiasi baik langsung maupun
tidak langsung (Jawa Pos, 2 Juni 2004:10)
Kegiatan yang menyenangkan menjadi daya sengat dan
menimbulkan keharuan, artinya sebuah karya sastra yang mengandung unsur
keindahan dapat membangkitkan perasaan, menarik perhatian, menimbulkan tanggapan, dan menciptakan proses
perubahan pikiran bagi pembaca.
Memang karya sastra syarat dengan unsur estetis,
yaitu unsur-unsur kepuitisan yang dapat dicapai melalui berbagai cara. Secara
umum unsur-unsur kepuitisan dapat dilacak dalam struktur bangun puisi, baik
struktur fisik maupun struktur batin. Dengan demikian, kajian tentang estetika
tidak berhubung dengan seni bahasa saja, maksudnya estetika sebuah puisi juga
menyeluruh ke unsur-unsur pembangun karya sastra. Menurut Brangiky (dalam Endrawara, 2003:68) ada tiga aspek konsep keindahan
yaitu, pertama, dari aspek antologisnya, maksudnya ada keindahan puisi sebagai
pembayangan kekayaan tuhan. Kedua, dari aspek imnin, maksudnya dari yang
terindah yang terungkapkan dalam kata-kata dan selalu terwujud dalam
keanekaragaman, kebahagiaan yang harmonis baik dalam alam maupun dalam ciptaan
manusia. Ketiga, dari aspek psikologis, maksudnya efek kepada pembaca.
Dari pendapat tersebut, tanpak bahwa keindahan dari
aspek antologi dan imanen merupakan bentuk kemampuan pengarang mengelola bahasa
dalam karyanya. Olahan bahasa yang hidup dan mempesona dapat saja menjadi lebih
memukau dan seakan-akan memiliki jiwa ketuhanan. Kata-kata yang mereka ciptakan
seakan-akan berasal dari sang pencipta. Sedangkan, keindahan dari aspek
psikologis sebenarnya merupakan keindahan karya sastra bagi pembaca. Keindahan
ini mempunyai nilai pragmatik.
Yang jelas, estetika sastra yang universal hampir
tidak ada. Keindahan karya sastra umumnya terbatas pada wilayah pada sastra itu
sendiri. Maksudnya, estetika hasil ciptaan sastra (puisi) memiliki kekhasan
masing-masing bersifat unik dan personal (dalam Endraswara, 2003:68-69). Namun,
secara umum bahasa yang digunakan dalam puisi memiliki kecenderungan yang
bersifat ekspresif, sugestif, asosiatif, dan magis. Ekspresif maksudnya, setiap
bunyi yang dipilih, setiap kata-kata yang dipilih, dan setiap metafor yang
dihadirkan harus berfungsi bagi kepentingan eskpresi, maupun menjelaskan
gambaran dan mampu menimbulkan kesan yang kuat. Setiap unsur yang dipilih dan
dipergunakan harus turut membawakan nada, rasa, pengalaman penyair atau
pengarangnya.
Sugestif maksudnya, bersifat menyarankan dan
memengaruhi pembaca atau pendengarnya secara menyenangkan dan tidak terasa
memaksa karena sifat itulah sastra dapat berkesan sangat kuat dalam diri
penikmatnya. Asosiatif maksudnya, mampu membangkitkan pikiran dan perasaan yang
merembet, tetapi berkisar diseputar makna konvensionalnya atau makna
konotatifnya yang sudah lazim. Dengan demikian, bahasa puisi mempunyai
kegandaan tafsir (Jabrohim dalam Materi Pelatihan Terintegrasi, 2005:6:7)
Terkait
dengan estetika diksi, penulis sengaja memilih karya D. Zawawi Imron dalam
judul Celurit Emas, karena
sajak-sajak dalam antologi dapat dikaji estetika diksinya. Namun, hal ini bukan
berarti bahwa sajak-sajak dalam antologi tersebut sekedar mengandung estetika
diksi, sebab unsur estetik begitu beragam dan terjalin dengan unsur-unsur
estetik yang lain. Pengkajian estetik lebih difokuskan pada aspek yang
menyebabkan karya sastra (puisi) menjadi lebih indah dan menarik.
Tidak ada komentar :
Posting Komentar