Telah
menjadi perkara yang diketahui bahwasanya Indonesia merupakan negeri yang subur
hingga ibarat tongkat dan kayu pun bisa menjadi tanaman, nah ini merupakan
perkara yang wajib kita syukuri. Namun satu hal yang mengenaskan jika bid’ah
pun berkembang dengan subur di negeri ini.
Bertolak
dengan keadaan seperti ini, pada kali ini kami akan manjelaskan salah satu bid’ah
yang telah berkembang di Indonesia, yakni pelaksanaan qunut shubuh secara terus
menerus., bahkan sebagian masyarakat menganggap jika seorang lupa melakukan
qunut shubuh maka menggantinya dengan sujud sahwi pada akhir rakaat.
Padahal
kebid’ahan mereka bersumber pada hadits yang dhaif,
sebagaimana dijelaskan oleh Syaikh Muhammad Nashirudin Al Albani dalam Silsilah
Hadits Adh Dhaifah Wa Maudhu’ah no. 1238 halaman 384.
Anas
bin Malik Radhiyallahuanhu pernah berkata :
“Rasulullah Shallallahu alaihi Wasallam melakukan
senantiasa qunut shubuh sampai beliau menuinggal dunia.”
Syaikh
Hasan Mashur Salman mengomentari hadits ini bersumber dari Abu Ja’far
Ar Razi yang tercampur hafalannya, sebagaimana dikatakan oleh Ibnu Al Madini begitu
pula Abu Jur’ah beliau menyatakan Abu Ja’far
Ar Razi adalah seorang yang sering ragu (wahm) dan Ibnu Hibban berujar :”Abu
Ja’far Ar Razi bersendirian dalam meriwayatkan
hadits-hadits mungkar yang masyhur sehingga derajat hadits ini tidak shahih,
dengan demikian hadits ini tidak bisa dijadikan hujjah untuk beribadah kepada
Allah Taala. (Al Qaulul Mubin fi Akhthaul Mushallin:127).
Selain
itu para ulama juga menyatakan bid’ahnya qunut shubuh yang
dilakukan secara terus-menerus dengan hadits :
Dari
Sa’ad bin Abi Thariq Al Asja’i
Radhiyallahuanhu, dia berkata, ‘Saya bertanya pada ayahku, “Wahai
Ayah, sesungguhnya engkau telah shalat di belakang Rasulullah Shallallahu
alaihi Wasallam, Abu Bakar, Usman, dan Ali, apakah mereka melakukan qunut di
shalat shubuh?” Ayahnya berkata, “Wahai anakku, itu perkara
yang diada-adakan. (Shahih Sunan Tirmidzi 330).
Syaikh
Abdullah bin Abdurrahman Al Bassam mengomentari bahwa hadits ini hasan dan
beliau menjelaskan muhdast adalah perkara yang diada-adakan dalam dien yang tadak
diajarkan oleh syariat. (Taudihul Ahkam 2/82).
Syaikh
Abdul Qadir Syaibatul Hamdi menjelaskan pula bahwa perkataan shahabat tentang
qunut shubuh itu muhdats apabila qunut shubuh itu dilakukan secara
terus-menerus adapun jika dilakukan pada kejadian-kejadian tertentu (QUNUT
NAWAZIL) maka tidak apa. (Fiqhul Islam 1/263).
Syaikh
Mubarak Fury menjelasakn tentang QUNUT NAWAZIL ini dilakukan pada
kejadian-kejadian tertentu karena Rasulullah Shallallahu alaihi Wasallam hanya
melakukan QUNUT NAWAZIL jika mendoakan kebaikan bagi kaum muslimin dan
mendoakan kejelekan bagi kaum kafirin. Demikian juga qunut ini tidak
dikhususkan untuk satu shalat saja, bahkan sebaiknya dilakukan di dalam shalat
maktubah (shalat wajib) seluruhnya. (taudihul ahkam 2/83).
Hal
ini dikuatkan dengan sabda Rasulullah Shallallahu alaihi Wasallam: "Nabi
Muhammad Shallallahu alaihi Wasallam tidak melakukan qunut kecuali bila
mendoakan kebaikan suatu kaum atau mendoakan kejelekan kepada suatu kaum.”
Dan
syaikh Al Albani dalam kitab Sifat Shalat Nabi membawakan hadits yang
menunjukkan bahwa Rasulullah Shallallahu alaihi Wasallam melakukan qunut pada
shalat lima waktu dan beliau membaca qunut di dalam seluruh shalat lima waktu.
“Beliau membaca qunut di dalam seluruh shalat lima
waktu.” (HSR Abu Dawud dan Ad Daruquthni).
Oleh
karena itu, hendaknya kita berhati-hati dalam melakukan amalan ibadah dengan
menuntut ilmu dalam menggali sunnah Rasulullah Shallallahu alaihi Wasallam
untuk beritiba’ dengannya.
(
Diambil dari Buletin Al-Atsari)
Tidak ada komentar :
Posting Komentar